Pilihan terbaik-Nya 19
Tapi saatnya itu kapan, Kakak? Aku kurang sabar apalagi sama Kakak, hah? Kayanya yang ada malah terlalu baik." Kamila meluapkan emosi yang selama ini dia simpan sendiri.
"Sampai aku sukses, Dek. Aku janji gak akan ninggalin kamu. Saat tiba di masa yang aku tunggu kita langsung nikah. Janji, itu janji aku sama kamu." Sang kekasih masih berusaha meyakinkan Kamila namun tak ada binar keyakinan Kamila atas janji sang kekasih.
"Aku gak butuh janji Kak. Yang aku butuh sekarang itu bukti. Maaf kak, selama ini kakak kenapa masih bertahan sama aku kalau gak ada tujuan dalam hubungan ini Kaka?"
Kamila menangis sejadi-jadinya dalam diam sementara sang kekasih menunduk bingung harus menjawab apa. Tangannya menenangkan dan menghapus air mata di pipi Kamila.
"Kakak nganggep aku apa sih? Segininya banget Kakak sama aku." Sang kekasih menatap mata Kamila dan mengukir senyum di bibir tipisnya
"Ya jelas pacar aku, kekasih yang aku harapkan bisa menjadi teman di hidup aku, pengelola keuangan keluarga, ibu dari anak-anak kelak. Aku serius Dek. Kalo gak serius ngapain ke rumah terus ketemu Bapak Ibu? Kalo becanda doang mending gak usah kenal keluarga kamu sekalian."
"Aku begini juga kan sedang memperjuangkan cita aku. Emang kamu mau hidup sama laki-laki susah? Gak kerja? Gak punya masa depan?" Sang kekasih membela diri dengan apa yang dilakukannya mengejar pendidikan tanpa memikirkan perasaan Kamila yang sudah menunggu bertahun-tahun.
Kekasih kamila enggan ditinggalkan entah cara apa lagi yang harus dilakukan agar Sang Kekasih pergi jika hanya menyiksa Kamila. Dirinya sendiri saja tak sanggup menerima kenyataan jika harus berpisah tapi apa yang bisa dia lakukan saat keluarga besar sudah menuntut hubungan dengan kejelasan.
"Kak, jujur aku masih bisa nunggu Kakak tapi keluarga aku gak bisa Kak. Mereka gak nuntut aneh-aneh. Iya aku paham kalau menikah hal yang sulit untuk kakak dalam waktu dekat, yaudah kenalin aku ke keluarga kakak aja gimana?"
Kamila tawar menawar dengan Sang Kekasih, apakah permintaanya akan dikabulkan atau cenderung diabaikan?
Komentar
Posting Komentar